http://buka-rahasia.blogspot.com/

Thursday, November 28, 2013

UTILITARIANISME

Pada saat sekarang ini perusahaan dalam mendirikan usahanya perlu mikirkan dampak apa yang akan diterima bagi masyarakat sekitar. Dalam etika bisnis ada yang disebut dengan utilitarianisme. Hal ini sangat penting agar terciptanya hubungan yang baik antara pihak perusahaan dengan masyarakat sekitar sehingga dapat terciptanya kenyamanan diantara kedua belahpihak. Utilitarianisme sendiri adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat. Utilitarianisme berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.

Selain itu Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility), biasanya didefinisikan sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. "Utilitarianisme" berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.

Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar “lips-service” belaka. Karena memang enforcement dari pemerintah pun belum tampak secara jelas. 

Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secara benar, konsisten dan konsekwen. Demikian pula penyebab terjadinya kasus Pertamina tahun (1975), Bank Duta (1990) adalah serupa.

Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan “grey-area” yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai berikut :
Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior for an occupation, trade and profession
Morality is the precepts of personal behavior based on religious or philosophical grounds
Law refers to formal codes that permit or forbid certain behaviors and may or may not enforce ethics or morality.

Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :
Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Dari pengelompokan tersebut Cavanagh (1990) memberikan cara menjawab permasalahan etika dengan merangkum dalam 3 bentuk pertanyaan sederhana yakni :
  • Utility : Does it optimize the satisfactions of all stakeholders ?
  • Rights : Does it respect the rights of the individuals involved ?
  • Justice : Is it consistent with the canons oif justice ?

Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen. Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah pula menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.


Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :
  • Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
  • Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
  • Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
  • Akan meningkatkan keunggulan bersaing.

Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.

Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :
  • Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
  • Memperkuat sistem pengawasan 
  • Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
Perusahaan yang menerapkan etika utilitarianisme "Good Corporate Governance (GCG)"

PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang penyelenggara jasa jalan tol. Perusahaan ini dibentuk pada tahun 1978 setelah jalan tol pertama yang menghubungkan Jakarta-Bogor selesai dibangun. Untuk mendukung gerak pertumbuhan ekonomi, Indonesia membutuhkan jaringan jalan yang handal. Melalui Peraturan Pemerintah No. 04 Tahun 1978, pada tanggal 01 Maret 1978 Pemerintah mendirikan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Tugas utama Jasa Marga adalah merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan tol serta sarana kelengkapannya agar jalan tol dapat berfungsi sebagai jalan bebas hambatan yang memberikan manfaat lebih tinggi daripada jalan umum bukan tol.

Program yang didapatkan oleh masyarakat:

1. Program Pendidikan dan pelatihan

· Merenovasi sekolah TK Kuntum Suci di RW kampong Dukuh, merupakan bentuk kepedulian jasa Marga terhadap masyrakat di sekitar jalan tol.

· Bantuan peralatan laboratorium beton bagi Sekolah Tinggi Teknologi Taruna, untuk membantu siswa dalam meningkatkan pengetahuan terutama di bidang beton.


2. Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Umum

· Melakukan perbaikan prasaran umum seperti rehabilitasi jalan perkampungan dan penyediaan saran olah raga.

PT.Indosat

Sebagai bentuk komitmen Indosat dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, Indosat telah melaksanakan berbagai progam yang kami harapkan dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia untuk menjadi lebih baik.
Corporate Social Responsibility yang kami lakukan tidak terbatas hanya pada pengembangan dan peningkatan kualitas masyarakat pada umumnya, namun juga menyangkut tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Kepedulian terhadap pelanggan, pengembangan Sumber Daya Manusia, mengembangkan Green Environment serta memberikan dukungan dalam pengembangan komunitas dan lingkungan sosial. Setiap fungsi yang ada, saling melengkapi demi tercapainya CSR yang mampu memenuhi tujuan Indosat dalam menerapkan ISO 26000 di perusahaan.

Program Indosat “Satukan Cinta Negeri” diterapkan melalui berbagai aktifitas antara lain adalah:

Program yang telah dilakukan akan terus berjalan dan ditingkatkan kualitasnya. Seluruh program CSR yang dilaksanakan oleh Indosat akan terus dievaluasi secara berkala agar betul-betul dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan Bangsa Indonesia sesuai CSR Goal Indosat.

Betapapun besarnya masalah yang dihadapi dunia pendidikan, kesehatan, lingkungan serta permasalahan yang dihadapi masyarakat Indonesia pada umumnya, maka setiap langkah nyata yang dilakukan oleh Indosat merupakan tahapan yang berarti untuk menuju masa depan yang lebih baik.







Daftar Pustaka:

http://irmanurrahma92.blogspot.com/2013/11/etika-utilitarianisme-dan-penerapannya.html

http://lihansramses.blogspot.com/2013/11/penerapan-etika-bisnis-utilitarianisme.html

http://sintagiyaridanggraeni.blogspot.com/2013/11/etika-utilitarianisme.html

Friday, November 8, 2013

Kasus Kejahatan Korporasi

A. Latar Belakang

Dalam perkembangan perekonomian sekarang ini, pelaku kejahatan tidak hanya dilakukan oleh manusia sebagai subyek hukum, tapi juga dilakukan oleh korporasi. Didalam perkembangan korporasi tidak sekedar sebagai subyek hukum perdata, namun telah bergeser menjadi subyek hukum pidana. Pemikiran mengenai kejahatan korporasi menimbulkan pro dan kontra dikalangan ahli hukum. Dalam pidana ada doktrin yang berkembang yaitu doktrin universitas delinquere non potest (korporasi tidak mungkin melakukan tidak pidana). Pemikiran ini dipengaruhi, bahwa keberadaan korporasi didalam hukum pidana hanyalah fiksi hukum tidak mempunyai mind, sehingga tidak mempunyai suatu nilai moral yang disyaratkan untuk dapat dipersalahkan secara pidana (unsure kesalahan).

Bentuk dan modus operansi kejahatan ekonomi dan kejahatan dibidang perekonomian terus berkembang, misalnya saja dari modus perorangan beralih kepada modus kejahatan korporasi. Kejahatan korporasi merupakan istilah dan pengertian baru dalam system hukum pidana, memang tidak ada istilah baku dan tetap dari makna kejahatan korporasi ini. Dalam arti gramatikal kejahatan korporasi merupakan pelanggaran atau tidak pidana yang dilakukan oleh korporasi yang tentunya berkaitan dengan keperdataan, artinya hubungan yang menimbulkan tidak pidana itu adalah perbuatan perdata. Lebih luas lagi dikatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh korporasi merupakan bagian dari white collar crime.

B. Kejahatan Ekonomi Sebagai White Collar Crime

Istilah WCC ini pertama kali dikemukakan oleh seorang kriminolog Amerika Serikat yang bernama Edwin Hardin Sutherland (1883-1950) di awal dekade 1940-an yang dikemukakan dalam suatu pidato tanggal 27 Desember 1939 pada The American Sociological Society di Philadelphia. Kemudian Sutherland menerbitkan buku yang berjudul White Collar Crime pada Tahun 1949. Sutherland merumuskan WCC sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan terhormat dalam pekerjaannya (crime committed by persons of respectability ang high social status in the course of their occupation).

Istilah WCC memiliki pesan moral dan politik yang nampak dari dua elemen yaitu status pelaku (status of the offender) dan kedua, kejahatan tersebut berkaitan dengan karakter pekerjaan atau jabatan tertentu (the occupation of character of the offence). Dua elemen inilah yang membedakannya dari Blue Collar Crime. Dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime Sutherland menjelaskan bahwa istilah WCC ini terutama digunakan untuk menunjuk kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para pengusaha dan pejabat-pejabat eksekutif yang merugikan kepentingan umum.

Ada beberapa pengelompokan WCC di antaranya adalah sebagai berikut : pertama, WCC yang bersifat individual, berskala kecil dan modus operandi yang sederhana. Sebagai contoh di Indonesia adalah dalam kasus BLBI, di mana dana yang seharusnya diperuntukan bagi bank miliknya yang sedang kesulitan likuiditas justru untuk kepentingan pribadi. Kedua,.WCC yang bersifat individual, berskala besar dengan modus operandi yang kompleks. WCC seperti ini biasanya memakai pola yang sistematis dengan perencanaan dan pelaksanaan yang bisa memakan waktu yang cukup lama. Ini bisa dalam bentuk berbagai kolusi dengan ahli-ahli tertentu atau dengan orang dalam perusahaan tertentu. Ketiga,WCC yang melibatkan korporasi. Pelaku WCC adakalanya bukan individu tetapi sebuah korporasi sehingga kita mengenal istilah kejahatan korporasi (corporate crime).

Kejahatan Korporasi (tindak pidana ekonomi ataupun tindak pidana dibidang perekonomian) merupakan bagian dari white collar crime. Para pelakunya memiliki:

· Keahlian dibidang tertentu

· Professional pada bidang pekerjaannya

· Berstatus social yang dihormati

· Berpendidikan tinggi dan,

· Dalam melakukan aksinya tidak dengan menggunakan kekerasan

Perkembangan white collar crime di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan dimana banyak kasus yang diduga sebagai tidak pidana korupsi tidak dapat dilakukan penyidikannya oleh Jaksa, Polri ataupun KPK dengan hasil yang memuaskan/tuntas. Hal ini terjadi karena tidak adanya bentuk modus operansi yang tetap dari tidak pidana tersebut, juga karena seringnya penyidik mengalami hambatan dalam menembus rumitnya birokrasi. Pengalaman penyidik dalam menangani kasus-kasus semacam ini mencari berkurang yang menyebabkan pendangkalan penalaran secara praktis (hanya tertarik dan terpaku kepada kejahatan konvensional saja). Pada saat ini bentuk white collar crime di Indonesia sebagai bagian dari kejahatan dimensi baru yang tidak hanyak korupsi, tetapi sudah berkembang kesegala penjuru arah. Faktor penyebab utama atau pendorong terjadinya kejahatan ini adalah:

· Sikap manusia yang negative

· Adanya celah-celah kelemahan dalam perUUan dan administrasi negara/perusahaan

· Keadaan hukum yang belum mampu menjangkau secara sempurna terhadap jenis kriminalitas ini.

· Untuk mengupayakan aparat penegak hukum polri dalam menangani kasus kejahatan kerah putih, yakni diperlukan subsistem kepolisian dari criminal justice system memiliki suatu equality arms yang merupakan cerminan dari persyaratan adanya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM)

Kejahatan ekonomi merupakan:

· Kejahatan yang dilakukan tanpa kekerasan (nonviolent)

· Disertai dengan kecurangan (deceit)

· Penyesatan (misprecentation)

· Penyembunyian kenyataan (concealment of facts)

· Manipulasi

· Pelanggaran kepercayaan (breach of trust)

· Akal-akalan (subterfuge) ayau pengelakan terhadap peraturan (illegal circumstances).


C. Contoh Kasus Kejahatan Korporasi

Kasus Mobil Ford PINTO
Ford Pinto adalah mobil yang diproduksi oleh perusahaan Ford. Desainer Ford Pinto menempatkan tangki bahan bakar di bagian belakang mobil, di bagian belakang poros. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ruang bagasi yang lebih besar. Desain ini sangat berbahaya, jika mobil ditabrak dari belakang bisa menyebabkan ledakan yang disebabkan tangki bahan bakar. Tempat tangki bahan bakar bisa dilihat pada Gambar Desain Ford Pinto.







Gambar Desain Ford Pinto

Pada tanggal 10 Agustus 1978, sebuah Ford Pinto ditabrak dari belakang di jalan raya Indiana. Hantaman tabrakan itu menyebabkan tangki bahan bakar Pinto pecah, meledak dan terbakar. Hal ini mengakibatkan kematian tiga remaja putri yang berada di dalam mobil itu. Kejadian ini bukan pertama kalinya Pint terbakar akibat tabrakan dari belakang. Dalam tujuh tahun sejak peluncuran Pinto, sudah ada 50 tuntutan hukum yang berhubungan dengan tabrakan dari belakang. Meskupun demikian, kali ini Ford dituntut di pengadilan criminal akibat penumpangnya tewas. Untuk kasus ini, desainer dan pihak Ford secara keseluruhan tidak memikirkan dampak berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford Pinto tidak memikirkan aspek keamanan dan keselamatan nyawa pengemudi dan penumpangnya.

Dilema yang dihadapi para desainer yang mengerjakan Pinto adalah menyeimbangkan keselamatan orang yang mengendarai mobil dan kebutuhan untuk memproduksi Pinto dengan harga yang dapat bersaing di pasar. Mereka harus berusaha menyeimbangkan tugas mereka kepada public dan tugas mereka kepada atasan. Akhirnya usaha Ford untuk menghemat beberapa dolar dalam biaya manufaktur mengakibatkan pengeluaran jutaan dolar untuk membela diri dari tuntutan hukum dan membayar ganti rugi korban. Tentu saja ada juga kerugian akibat hilangnya penjualan akibat publisitas buruk dan persepsi publik bahwa Ford tidak merancang produknya untuk keamanan pengendara.Semua menjadi dilemma. Karena sangat sulit kalau sebuah institusi lebih mengutamakan laba perusahaan daripada nyawa manusia.

Pada awalnya desain yang berbahaya ini telah diketahui oleh perusahaan Ford sebelum mobil Ford Pinto dipasarkan, namun Ford lebih memilih untuk membayar biaya ganti rugi kematian daripada mendesain ulang tangki bahan bakar, karena dirasa akan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mendesain ulang tangki bahan bakar.

Etika Bisnis
Etika bisnis berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, serta diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

Analisis Kasus Ford Pinto
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukkan bahwa etika konsistem dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Jika perusahaan Ford memperhatikan keselamatan pengendara dalam produksi Ford Pinto, perusahaan Ford tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan ganti rugi pada korban kecelakaan. Dalam pengerjaan teknis perancangan dan pembuatan sebuah mobil Ford Pinto, terjadi juga pelanggaran kode etik seorang insinyur/engineer yaitu

… membuat keputusan yang konsistem terhadap keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan public, serta menghindari sekaligus menyungkap faktor-faktor yang membahayakan public dan lingkungan.

Sebagai seorang wirausaha hendaknya menerapkan etika saat berusaha. Dalam bidang otomotif ada etika engineering dan etika bisnis yang mengikat dan harus ditaati. Kejayaan suatu perusahaan besar dituntut dari hal-hal seperti kepercayaan, nama baik perusahaan, produk yang berkualitas, dan tentunya ketahanan terhadap persaingan dengan kompetitor. Dalam kasus Ford Pinto, keputusan bisnis yang dibuat untuk memenangkan persaingan dengan kompetitor telah mengabaikan kepercayaan, nama baik perusahaan, kualitas produk dengan mengabaikan etika-etika dasar yang harusnya ditaati.

Kasus Ford Pinto tidak akan terjadi jika kebijakan bisnis untuk mendapatkan laba yang lebih besar dengan mengorbankan keamanan tidak diambil oleh Ford. Kepercayaan konsumen terhadap sebuah produk bisnis sangatlah penting, karena menjadi poin dasar dalam penentuan pemasaran produk dan keberlangsungan sebuah perusahaan. Ford akhirnya menarik ulang Pinto dan membayar denda tapi lolos dari kasus tuduhan Kriminal. Tidak ada seorang manajer Ford pun yang masuk penjara dalam kasus ini.

Daftar Pustaka

http://www.scribd.com/doc/98305062/Iman-Tugas

http://otomotif-10.blogspot.com/2011/10/kasus-ford-pinto.html

http://salimtidore.blogspot.com/2013/05/kejahatan-korporasi.html

http://books.google.co.id/

henisiswanto.fhunila.ac.id